Setelah menonton beberapa film gagal Donnie Yen--sebut saja "Monkey King", "Special ID", atau bahkan "The Iceman"--aku disajikan "Kung Fu Jungle" yang ternyata memang menjadi ajang come back sang maestro. Namun, mungkin banyak yang belum tahu bahwa beberapa waktu sebelumnya telah dirilis film kung fu yang jauh lebih keren. Judulnya "Once Upon a Time in Shanghai". Mengapa film underrated ini kunilai lebih keren dari "Kung Fu Jungle"?
Koreografi Edan
![]() |
Koreo apik yang membuat kita terpana disajikan secara pas dan tidak berlebihan. |
Sommersault kick, signature move aliran Jeet Kune Do. |
Esensi film kung fu tentu saja adalah ... kung fu-nya. Koreografi kung fu dalam "Once Upon a Time in Shanghai" (selanjutnya disingkat OUTIS) sangat rapi. Detail tiap gerakan sangat jelas terlihat. Tiap gerakan sangat cantik dan sedap dipandang.Penempatan bullet time sangat pas dan tidak berlebihan seperti halnya di "300"-nya Zack Snyder. Major crowd teaser, literally. Oh, ya. Jangan terpaku pada style peran utama yang mirip Bruce Lee atau pada gerakan-gerakan jeet kune-do-nya. Shanghai 1930-an dan jagoan tipe Bruce Lee kebanyakan memang adalah satu paket--ingat-ingat lagi serial "Fist of Fury"-nya Donnie Yen.
Background dan Atmosfer-nya "Dapet"
Shanghai 1930-an adalah tentang klub malam, penyanyi cantik, dan geng-geng bertuksedo. |
Dengan formula yang sederhana, OUTIS berhasil mereplika atmosfer Shanghai 1930-an. Mungkin memang tidak 100% detailnya terpenuhi. Namun, aspek-aspek background yang diperlukan semuanya telah tercapai. Bagian yang paling mencolok dan membangkitkan suasana adalah ketika biduan menyanyikan lagu Kanton klasik yang menggema indah di klub malam. Kostum dan kendaraannya juga sangat mendukung.
Plot Rapi, Twist Ending
Mayoritas film kung fu mengesampingkan cerita dan plot. Produser selalu berpikir, "yang penting 'kan berantemnya!" Well, mereka tidak terlalu salah juga, sih. Tapi alangkah baiknya jika film kung fu yang memang utamanya berantem, diberikan motif yang kuat tentang mengapa si jagoan ini "harus" berantem. Ada permainan emosi sehingga penonton bisa gregetan, bisa merasakan kemarahan dan keharusan si jagoan untuk menghajar si penjahat. Kapan, ya, terakhir kali kita nonton film, terus kita ikut kesal dan marah dan ingin mendaratkan sejuta jurus kepada si penjahat? Nah, OUTIS menawarkan plot yang seperti itu, mengaduk-aduk perasaan penonton.
Plot sederhana ini memang sangat mudah diikuti siapa saja, namun jangan tertipu. Endingnya tidak tertebak. Hal ini menjadikan nilai tambah tersendiri (well, tiap film yang endingnya tertebak kan memang jadi tidak menarik lagi).
Rival
Mungkin ini adalah poin terpenting yang jadi kekuatan utama OUTIS. Yeah, apalagi kalau bukan RIVAL. Formula rival ini selalu--ya, SELALU--membawa kesuksesan bagi cerita yang mengimplementasikannya dengan baik. Anime-anime sukses selalu menggunakan formula ini. Sebut saja Dragon Ball dengan Son Goku vs Vegeta. Naruto dengan Naruto vs Sasuke. Slam Dunk dengan Sakuragi vs Rukawa. Bleach dengan Ichigo vs Uryuu. Meitantei Conan dengan Shinichi Kudo vs Kaito Kid, dan banyak lagi.
Jagoan kita (Ma Yongzhen) datang ke Shanghai untuk mencoba peruntungan. Di sana, ternyata ada bos geng independen yang sedang melebarkan sayap, yaitu Long Qi. Long Qi sudah membereskan 1 dari 4 bos geng Shanghai yang sebelumnya. Dan dia membereskannya dengan sangat mudah karena kung fu ala "boxing"-nya yang superior. Dengan kata lain, Long Qi mendapatkan reputasi dan segalanya karena kemampuan bertarungnya yang legendaris.
Tidak lama, Long Qi pun bertemu dengan jagoan kita, Yongzhen. Tanpa diduga, Yongzhen dapat mengimbangi Long Qi dan Long Qi pun yang tadinya tidak ada lawan sepadan menjadi senang dan menghargai Yongzhen. Mereka pun berteman dekat--bahkan mereka seperti saudara. Dan pertarungan mereka selalu enak dilihat.
Long Qi tidak percaya ada pemuda kampung yang bisa menempelkan debu ke tubuhnya. |
Lega, senang, dan bahagia karena bertemu lawan sepadan. |
"Mau rokok?" adalah bukti bahwa Long Qi mengakui Yongzhen. |
"Mulai hari ini, Ma Yongzhen boleh minum-minum di klub ini sesuka hatinya! Karena dia adalah temanku!" |
"We are brothers forever." |
Long Qi dan Yongzhen selalu sparring dengan riang seperti anak kecil, kapan pun mereka sempat. |
"Bergabunglah denganku, Ma Yongzhen! Berdua, kita tidak akan terkalahkan!" |
Dan di sini pula terletak twist yang sangat mengejutkan. Rival memang tidak tertebak dan itu sangat menyenangkan untuk ditonton.
Tsundere Alert!
Mungkin ini cuma bumbu kecil, tetapi cukup menarik karena love interest jagoan kita menggunakan konsep tsundere. Ya, tsundere seperti pada anime-anime. Apa? Apa itu tsundere? Sederhananya, tsundere adalah tipe karakter (biasanya gadis) yang galak, jutek, dingin, namun sebenarnya berhati lembut. Dan tipe ini selalu menarik untuk ditonton karena tingkahnya lucu, polos, dan kadang konyol serta menggelikan. Ini menjadi nilai hiburan tersendiri karena memuat banyak humor dan romantisme ringan.
"Aku tidak memberikannya untukmu. Kebetulan ada sisa!" |
"Apa liat-liat!?" |
Tidak ada yang tahu jika seorang tsundere sedang jatuh cinta atau sedang membenci seseorang. |
Pertarungan Terakhir yang Ultradahsyat
Tiap film kung fu biasanya dinilai dari pertarungan terakhirnya. Dan OUTIS tahu benar hal itu sehingga memaksimalkan segalanya untuk kepentingan pertarungan terakhir. Plot, alur, dan background adalah instrumen yang akhirnya menjadi panggung megah untuk pertarungan terakhir ini. Jadi, kita tidak akan menyaksikan pertarungan kosong yang tanpa emosi atau motif. Kita akan menyaksikan pertarungan terakhir yang penuh dengan darah dan air mata.
Katana-ougi-ryuu vs Jeet Kune Do. Menang mana? |
Itulah alasan pokok mengapa OUTIS lebih baik daripada Kung Fu Jungle. Tidak setuju? Tonton dulu keduanya dan tinggalkan komentar.
I always appreciate rival more than best friend.
Rival teaches you everything.
Best friend only teaches you kindness.
No comments:
Post a Comment