Di 5 setengah meter, 12 langkah, 10 setengah detik, ada dimensi yang cuma jadi milikku. Dimensi yang sempit dan terbatas, namun membuka cerita. Cerita tentang kekaguman sejati. Cerita yang hanya dia dan aku yang tahu.
Ruangan tempat kerjaku lumayan. Kursi empuk, dikelilingi sekat hijau muda dengan komputer di sudutnya, nyamannya mirip rumah-rumahan pohon yang waktu kecil sering kubuat. Ditambah dekorasi action-figure zaman bocah, mejaku benar-benar terasa rumah sendiri.
![]() |
View dari meja kerjaku. |
Kebetulan, mejaku sering dilalui orang karena memang terletak di depan pintu. Mau tidak mau, aku jadi memperhatikan tiap orang yang lewat. Jadi, setelah melakukan beberapa pengamatan, aku menyimpulkan hal berikut: Tiap orang yang melewati mejaku rata-rata akan melalui jarak 5 meter atau sekitar 12 langkah dan menghabiskan waktu sekitar 10 detik sebelum menghilang dari pandanganku.
Lima meter. Itu jarak tempuh yang cukup untuk mengagumi seseorang. Dari cara berjalannya yang anggun, gayanya melirik-lirikkan mata, atau bahkan dari caranya memegang mug. Kuakui, aku terpesona kepadanya. Tanpa sadar, aku telah menjadi pengagum rahasianya.
Dua belas langkah. Itulah yang kukenal dari sosok belakangnya. Rambut lurus sebahu terselip di balik telinganya, menjuntai-juntai manis. Terkadang ia menoleh ke samping dan memperlihatkan wajahnya yang ayu dan cool. Terkadang ia berhenti ketika ada yang menyapa. Ketika pulang kantor, selalu ia menggunakan aksesori favoritku, kacamata. Sungguh, kacamata itu membuatnya jadi makin menggemaskan.
![]() |
Dia berjalan melewatiku, dan dimensiku pun tercipta. |
Sepuluh detik. Itulah durasi pelepas dahagaku di antara kesibukan pekerjaan. Dimensi penuh kekaguman yang membuatku damai, tenang, tranquil. Tanpa beban. Saat sepuluh detik itu, dunia serasa berjalan dalam ultraslow motion. Napasku pun berembus-embus sangat lambat hingga aku bisa mendengar detak jantungnya, guratan-guratan pergerakan otot kaki langsingnya, bahkan detail terkecil dari kerling bola mata kehijauannya.
She's so gorgeous.
Lantas, apa yang kulakukan di sini?
Hanya memandanginya? Mengaguminya selama 10 detik? Tidak punya nyali untuk berkata-kata atau bahkan memberi tanda?
Ya. Itulah yang kulakukan.
Menyedihkan? Boleh jadi. Namun, begini pikirku: Ia telah menyuguhiku sebuah dimensi 12 langkah yang luar biasa. Dimensi 5 meter yang mengkrayoni rutinitas hitam-putihku. Dimensi 10 detik yang membawaku kembali kepada realita sang waktu dan kehidupan.
Aku tidak akan merusak dimensi seberharga itu dengan kata picisan semacam "cinta". Lagi pula, sesuai nama dirinya yang berarti 'penglihatan', aku tidak mau mencemarinya dengan sesuatu yang membutakan semacam (lagi-lagi) "cinta". Gemuruh dalam rongga dada ini mungkin bahkan belum ada namanya. "Cinta" itu terlalu remeh untuk dapat dikatakan menggambarkan getar ini.
Jadi, inilah dimensi kami. Tempat kami memadu kasih tanpa saling menatap. Tempat kami saling merindukan tanpa pernah berkenalan. Tempat kami terbebas dari "cinta" yang membelenggu.
Dan selamanya kami ingin tetap begitu.
People create their own "peace dimension"
when feel tired of their own routine.
So many occasions that the dimension is
a result from unconscious mutualism between others.
No comments:
Post a Comment